Senin, 12 Juli 2010

PERMA & SISTEM PERUNDANG-UNDANGAN INDONESIA

Sebagai salah satu penyelenggara kekuasaan kehakiman di Indonesia, Mahkamah Agung diberikan kewenangan oleh undang-undang untuk menerbitkan suatu “peraturan” yang berfungsi sebagai pengisi kekosongan ataupun pelengkap kekurangan aturan terhadap hukum acara, demi memperlancar penyelenggaraan peradilan. Sejak pertama kali diterbitkan pada tahun 1954, peraturan yang diperoleh berdasarkan delegasi kewenangan itu dinamakan Peraturan Mahkamah Agung (PERMA).
Terkait dengan eksistensi PERMA, paling tidak terdapat 3 (tiga) hal yang patut untuk dikritisi, yakni: tentang kewenangan Mahkamah Agung sebagai lembaga yudikatif di dalam mengeluarkan sebuah peraturan yang terkadang memiliki karakteristik sebagai suatu perundang-undangan, kemudian tentang kedudukan PERMA di dalam sistem perundang-undangan Indonesia, dan tentang peranan PERMA di dalam memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan, khususnya di bidang peradilan.
Selaras dengan prinsip separation of power yang merupakan salah satu ciri dari sebuah negara hukum, maka kewenangan membuat peraturan yang bersifat mengikat dan membatasi kebebasan setiap warga negara bukanlah merupakan kewenangan Mahkamah Agung sebagai lembaga yudikatif, tetapi menjadi ranah dari lembaga legislatif. Selaras dengan prinsip judge made law yang juga diakui keberadaannya dan diperbolehkan untuk dilakukan oleh para hakim di dalam sistem hukum Eropa Kontinental dalam bentuk rechtshepping, seharusnya Mahkamah Agung menciptakan hukum melalui putusan-putusan hakim, dalam hal belum tersedianya aturan perundang-undangan yang dapat memenuhi kebutuhan hukum masyarakat. Otoritas publik di dalam sebuah negara hukum haruslah senantiasa diatur secara formal berdasarkan perundang-undangan, baik secara atributif maupun delegatif. Beberapa ketentuan yang terdapat di dalam Undang-Undang tentang Mahkamah Agung berserta dengan beberapa kali perubahannya, telah menjadi dasar kewenangan delegatif yang dimiliki Mahkamah Agung untuk menerbitkan peraturan yang berkaitan hukum acara.
Perkembangan terakhir dari sejarah pembentukan peraturan perundang-undangan di Indonesia adalah sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan sebagai acuan dalam membentuk peraturan perundang-undangan. Pasal 7 ayat (4) beserta penjelasan dari undang-undang tersebut telah mengakui keberadaan PERMA sebagai salah satu jenis peraturan perundang-undangan, sepanjang diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, tanpa menempatkannya di dalam hierarki perundang-undangan sebagaimana terdapat di dalam Pasal 7 ayat (1) undang-undang aquo. Kondisi ini merupakan problematika lain yang patut menjadi perhatian guna memahami keberadaan dan kedudukan PERMA di dalam sistem perundang-undangan nasional. Pengakuan PERMA sebagai salah satu jenis perundang-undangan yang tidak dibarengi oleh tindakan menempatkan PERMA di dalam hierarki perundang-undangan akan menjadikan PERMA sebagai peraturan yang sulit dikontrol, padahal jika ditinjau secara substantif beberapa PERMA memiliki karakteristik sebagai suatu perundang-undangan yang mengikat kepada publik. Dengan demikian, perlu dilakukan revisi terhadap Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 yang di dalamnya mengatur secara tegas tentang pemisahan antara jenis peraturan mana yang dapat dikategorikan senagai perundang-undangan, dan peraturan mana yang tidak, sehingga bagi peraturan yang telah dikategorikan secara tegas sebagai suatu perundang-undangan, seharusnya dimasukkan ke dalam hierarki perundang-undangan.
Sebagai peraturan yang diterbitkan dengan tujuan untuk memperlancar jalannya peradilan, PERMA telah menunjukkan berbagai peranannya di dalam memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan, khususnya di bidang peradilan. Hal ini dapat terlihat dari beberapa putusan hakim yang ternyata mempergunakan PERMA sebagai dasar di dalam bagian pertimbangan hukumnya, dalam hal terjadinya kekosongan ataupun kekurangan aturan di dalam undang-undang hukum acara. Kesemuanya itu dilakukan oleh Mahkamah Agung sebagai sarana penemuan hukum dan dalam rangka melakukan penegakan hukum di Indonesia, sehingga sebaiknya sosialisasi terhadap keberadaan PERMA dapat lebih ditingkatkan, sehingga PERMA dapat lebih mengoptimalkan peranannya di dalam membantu penyelenggaraan pemerintahan, khususnya di bidang peradilan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar